Kebersihan kota tidak mungkin dicapai hanya karena dinas kebersihan yang bekerja tanpa lelah, tetapi juga pasti karena warganya disiplin. Pengelolaan sampah yang baik mensyaratkan sebanyak mungkin masalah harus diselesaikan di sumbernya (yaitu orang per orang dengan perilakunya).
Sebenarnya Balikpapan juga menerapkan disiplin dalam bidang lain. Misalnya, angkutan kota tidak berhenti sembarangan, orang memarkirkan mobil pada tempatnya dan di dalam garis, dll.
Jembatan penyeberangan di Balikpapan. Foto: Marco Kusumawijaya
Ketika pertama kali menerapkan aturan itu, setidaknya sebelum tahun 1990, dikabarkan hukum ditegakkan dengan sangat tegas, sehingga akhirnya masyarakat menjadi terbiasa.
Mungkin sekali Balikapapan mendapat inspirasinya antara lain dari perumahan Pertamina yang sudah ada di sana cukup lama, berawal sebagai perumahan perusahaan minyak jaman Hindia Belanda. Perumahan perusahaan seperti itu, biasanya memang sangat rapi dan terawat baik.
Balikpapan adalah sebuah contoh bahwa hidup di kota selalu mengandung hal dan kebiasaan baru yang harus dipelajari. Hal ini berlaku bagi siapa saja dan budaya mana saja. Contoh mutakhir: Bagaimana sebaiknya menggunakan atau tidak telepon seluler ketika sedang menyetir mobil, atau di dalam ruang seminar?
Sampah masih menumpuk. Foto: Marco Kusumawijaya
Anehnya, mengapa kota tetangganya, Samarinda, yang justru merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Timur tidak meniru atau setidaknya terinspirasi oleh Balikpapan?
Marco Kusumawijaya adalah arsitek dan urbanis, peneliti dan penulis kota. Dia juga direktur RujakCenter for Urban Studies dan editor http://klikjkt.or.id